Jumat, 01 November 2013

Kenangan Terindah

"Riii, bangun riii. Sanggup kamu ya tidur sewaktu pelajaran pak Anto," kata Vani sahabatku.
Dengan sedikit bersusah payah membuka mata, ku lihat kelas sepi. Sepertinya jam istirahat. Aku segera mengajak Vani sahabatku pergi ke kantin.
"Kamu kenapa sih ri selalu tidur ketika pelajaran seni musik?" tanya Vani memulai percakapan.
"Aduh van, aku kan udah pernah bilang ke kamu, aku gak suka pelajaran musik. Gak masuk akal tahu" jawabku.
"Gak masuk akal gimana sih ri?" tanya Vani lagi
"Ya iyalah, apaan tuh nada 1/2, 2/4, 3/4 trus sangkar para nada udah kaya sangkar burung aja," jawab ku dengan tersenyum.
Vani hanya bisa tersenyum melihat sikapku. Bagaimana tidak? Mungkin pada pelajaran yang lain kemampuan ku jangan diragukan, tapi kalau udah bagian musik?

Siang itu, setelah pulang sekolah ada seseorang yang memanggil ku. Suara itu seperti tidak asing lagi bagiku. Juan, pacarku.  Juan yang merupakan Ketua OSIS di sekolah ku, seorang musisi, pemain basket. Tak pernah terbayangkan bagiku dapat berpacaran dengannya.
"Rii, kamu besok jadi nonton aku kan?" tanya Juan.
"Aduh, maaf Juan. Besok aku ada pemotretan" jawabku. Ku liat sedikit kekecewaan diraut wajah Juan.
"Please, aku harapin kamu besok datang ke acara Pensi sekolah. Buat aku rii" kata Juan lagi dan berlalu meninggalkanku.
Sepanjang perjalanan pulang, aku selalu kepikiran dengan perkataan Juan tadi.
"Heii, melamun aja," kata kakak ku.
"Eh, gini kak. Besok kan Juan nampil sementara aku ada pemotretan, dia meminta ku untuk datang besok. Bagaimaa?" tanyaku
"Bilang saja sama Juan kamu tidak dapat hadir, kakak yakin dia tidak akan marah," kata kakak ku memberi solusi.
Akhirnya ku putuskan untuk tidak menghadiri acara Pensi tersebut.

Keesokannya, aku mencari-cari Juan. Aku pergi ke ruang OSIS, lapangan basket, kantin namun aku tidak menemukan Juan.
"Dimana Juan? Apa dia marah sama ku?" atau dia sedang di ruang musik?" batinku dalam hati. Bergegas aku menemukan dia disana sedang menyanyikan sebuah lagu.
"Juann, apa aku menganggumu?" tanyaku.
"Tentu saja tidak, masuklah," jawab Juan dengan senyum manisnya.
"Maaf aku tidak bisa menghadiri Pensi tadi malam," kata ku dengan nada penyesalan.
"Ok. Tidak masalah. Tapi  ada satu syarat buat kamu," jawabnya yang membuatku penasaran.
"Apa?"
"Kamu harus belajar musik dengan ku. Ku dengar kamu membenci pelajaran itu. Ku tunggu kamu nanti sore jam 3 disini. Jangan terlambat," kata Juan dengan setengah berlari karena jam istirahat sudah berakhir.
Dengan terpaksa, aku datang ke ruang musik sore itu. Ku lihat Juan telah menantiku.
"Heii," sapaku kepadanya yang dibalasnya dengan senyum manisnya.
Semenjak itu, setiap sore aku belajar musik dengannya yang membuat aku mulai sedikit terbuka dengan musik.
Suatu hari, aku mendengar Juan menyanyikan lagu yang tidak pernah ku dengarkan. Ku minta Juan untuk mengajariku lagu itu tetapi ia menolaknya, alasannya karena aku belum mahir bermain gitar. "Aku akan meminta gitar sebagai ulang tahun ku yang ke-17 minggu depan," batinku dalam hati.

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you" terdengar suara mama, papa dan kak Dea menyanyi di kamar ku.
"Ada apa ini? mengapa kalian menyanyi Happy birtday?" tanyaku dengan heran
"Hari ini tanggal 18 sayang, ini hari ulang tahun kamu yang ke-17," jawab mama.
"Astaga aku lupa, makasih mama, papa, kak dea. Riri sayang kalian" kataku sambil mencium ketiga orang yang ku sayang.
Dengan diantar kak Dea, pagi itu aku berangkat sekolah. Berharap segera bertemu Juan dan mendapat ucapan darinya.
"Kamu mau hadiah apa dari kakak ri?" tanya kak Dea.
"Gak ada kak, Riri hanya minta doa," jawabku.
Tiba-tiba dari arah depan kami mendengar suara tabrakan yang sangat keras. Sebuah sepeda motor ditabrak sebuah mobil dan dari arah depan lewat sebuah truk. Aku berteriak dengan sangat keras. Seorang pelajar tergeletak di pinggir jalan. Bergegas aku dan kak Dea turun untuk melihat dan tiba-tiba air mataku tumpah.
"Kakkk," teriak ku pada kak Dea.
"Sabar rii, sabar" kak Dea mencoba menenangkan ku.
"Ini Juan kak, Juan," teriak ku sambil menggoyang-goyangku tubuh Juan namun tidak ada respon.
Ku liat kak Dea mencoba menghubungi ambulans dan orangtua Juan. Saat perjalanan ke rumah sakit, aku dan orangtua  Juan ikut dalam ambulans. Disitulah aku mendengar kabar terburuk dalam hidupku. Juan meninggal dunia.


Seminggu setelah kejadian itu, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sekolah. Sekolah yang penuh dengan kenangan indah ku bersama Juan. Bersama sahabatku, Vani, kami pergi ke tempat dimana biasanya Juan berada. Ke taman, danau, ruang OSIS, lapangan basket, dan ruangan musik.
Ku liat gitar kesayangan Juan ada disitu. Ku peluk gitar itu dan aku menemukan sebuah surat. Ku buka surat itu dengan air mata yang mulai menetes.
Selamat ulang tahun My Princess Riri. Selamat memulai kisah baru penuh tawa dan tangis diusia mu ke-17 sayang. Sebenarnya, aku pengen menyanyikan lagu yang kamu dengar kemarin. Lagu itu lagu ciptaan ku untukmu. Namun, aku tidak bisa untuk menyanyikan lagu itu buat kamu. Maaf ya sayang, aku gak bisa lanjutin lagu itu buat kamu. Kamu terus berlatih ya sayang. Aku yakin kamu bisa. Love you bolot ku Riri.
"Surat ini. Apa Juan telah memiliki firasat sebelumnya bahwa dia akan meninggalkanku?" tanyaku pada Vani yang mencoba menenangkan ku.

Semenjak itu, kemanapun aku pergi, aku selalu membawa gitar kesayangan Juan dan kini aku telah mahirbermain gitar.
Terima kasih untuk kisah yang pernah kamu berikan padaku. Terima kasih karena kamu dengan sabarnya mengajari aku tentang musik yang dulunya sangat ku benci. Aku harap saat ini kamu tersenyum bangga sama ku dari atas sana dan setiap pagi aku masih merindukan senyuman terindahmu.


0 komentar:

Posting Komentar